Kamis, 20 November 2014

Konseling dengan Psikoterapi Atasi Stress Pasca Trauma

Juni Wulan Ningsih
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

sumber:google.com
Dua tahun yang lalu terjadi perampokan di rumah Maura. Selain merenggut nyawa ibundanya, juga menyisakan trauma yang begitu dalam pada diri Maura. Sejak peristiwa itu,  ia lebih memilih mengurung diri di kamar dan tak mau berbicara sepatah katapun, serta selalu menangis histeris jika mendengar kegaduhan. Maura merasakan ketakutan yang begitu hebat pasca  peristiwa perampokan itu. Lebih dari sekedar rasa takut, sekarang hidup Maura seperti terhenti begitu saja dan selalu terbayang oleh kenangan bersama mendiang Ibundanya. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari terganggunya hubungan dyadic, yang mana kematian pasangan hidup, perceraian perkawinan dan kematian anggota keluarga yang terdekat menempati peringkat lima besar tentang stress yang dialami individu karena adanya perubahan dalam kehidupan sosialnya (Holmes & Rahe, 1985 dalam Gibson Ivan Cevich & Donatelly, 1985 dan Mohammad, 1983 dalam Shinta, 2002).

Penulis memprediksikan keadaan Maura yang mengasingkan  diri dari lingkungan pergaulannya akan semakin memperburuk kesehatan mental yang ia miliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Barber (1964 dalam Notosoedirjo & Latipun, 2001) bahwa makin baik interaksi sosial seseorang makin baik kesehatan mentalnya, dan sebaliknya makin terpencil interaksi sosialya makin beresiko mengalami gangguan psikiatris. Dimana kehidupan maura tidak akan sama seperti dulu lagi, yang notabenenya Maura merupakan gadis periang dan selalu ceria. Ia akan membatasi dirinya dari dunia luar dan cenderung hidup di masa lalu yang mana hari-harinya penuh dengan kecerian bersama ibundanya tersayang.

Keadaan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja sehingga diperlukan sebuah pengendalian agar Maura bisa hidup normal lagi. Adapun cara yang bisa dilakukan yaitu memberikan konseling kepada Maura, yang mana konseling merupakan penyuluhan berbicara atas masalah dengan seseorang. Biasanya tetapi tidak selalu, salah satu dari dua memiliki fakta atau pengalaman atau kemampuan tidak dia dikuasai ke tingkat yang sama dengan lainnya. Bahwa proses konseling melibatkan penyelesaian masalah dengan diskusi (Jones, 1963 dalam Suardiman, 1988). Salah satu dari bentuk konseling itu bisa berupa psikoterapi yang dilakukan dengan cara meghidupkan kembali ingatan – ingatan Maura sebelum terjadinya perampokan itu. Dimana kenangan – kenangan indah itu sedikit demi sedikit akan memunculkan kesadaran Maura dan membangunkannya dari alam bawah sadar. Setelah kesadaran Maura kembali, tahapan konseling yang selanjutnya berupa perlahan–lahan membawa ingatan Maura pada peristiwa perampokan tersebut. Ini dimaksudkan agar Maura bisa menerima semua kenyataan pahit itu lantas melanjutkan hidupnya lagi.

 Pada fase ini support dari keluarga dan orang – orang terdekat sangat diperlukan agar kondisi kejiwaan maura tidak kembali down. Selain itu juga berfungsi sebagai pemicu semangat agar Maura mempunyai motivasi untuk sembuh. Hal ini berdasarkan efektivitas terapi : variabel klien dimana motivasi bagi seorang klien dalam menjalani proses psikoterapi menjadi hal yang sangat penting karena dipenuhi oleh kecemasan, kemunduran, dan periode yang kelihatannya tanpa perkembangan positif  (Ardhani, Rahayu, & Sholicatun, 2007). Setelah semua tahapan konseling ini selesai diharapkan Maura dapat kembali menjadi gadis yang periang lagi atau dengan kata lain Maura dapat melanjutkan hidupnya kembali.

Stress yang terjadi akibat kejadian yang tidak menyenangkan dan menyisakan trauma memang memiliki kemungkinan kecil untuk diringankan (Trull & Phares, 2011 dalam Ardhani, dkk, 2007), tetapi bukan berarti tidak mempunyai harapan untuk sembuh. Selama keluarga terus berusaha mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan penderita, dan yang paling panting penting penderita sendiri juga mempunyai motivasi yang tinggi untuk sembuh, bukan tidak mungkin stress pasca trauma itu akan hilang.


Daftar Pustaka :
Ardhani, Rahayu, & Sholicatun.(2007).Psikologi Klinis.Yogyakarta : GRAHA ILMU
Notosoedirjo & Latipun.(2001).Kesehatan Mental, Konsep & Penerapan.Malang : UMM PRESS
Shinta. (2002). Pengantar Psikologi Sosial Edisi kedua. Yogyakarta : Universitas Proklamasi 45
Suardiman. (1988). Psikologi Konseling. Yogyakarta : UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar